PMII Komisariat Unisda Lamongan

Commissariat Board Indonesian Moslem Students Movement, Sekretariat : Jl.Airlangga Keduwul, Sukodadi, Lamongan 62262 (Depan SMK PGRI Sukodadi ? Selatan Masjid Sabilillah) Contact Person : 0856 5530 8080/ 0857 3040 4374


KODE PPC ANDA

Kunjungan Presiden di Lamongan: Momentum Rakyat Menyampaikan Aspirasi Secara Langsung

Sampaikanlah pikiranmu. Jika ia benar, ia telah menunjukkan kenyataan. Dan jika ia salah, ia akan merangsang lahirnya pemikiran yang lebih benar, baik ketika benar. Bahkan salah menyampaikan pemikiran selalu lebih baik dari pada diam sama sekali.
(Iqbal Ali)
Presiden VI Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudoyono tanggal 17 Februari mendatang akan melakukan kunjungan di Kabupaten Lamongan. Dalam kunjungannya tersebut, Presiden akan meresmikan Program seribu rumah di Lamongan sebagaimana ditulis Radar Bojonegoro (13/2).
Secara sederhana kunjungan seorang Presiden sebagai Kepala Negara dapat dipahami sebagai hadirnya seorang pemimpin di tengah-tengah rakyatnya. Dalam konteks ini ada makna yang sangat penting dimana Rakyat dan Presiden bisa bertatap muka secara langsung. Bisa diandaikan dalam momen seperti itu Rakyat mempunyai kesempatan yang cukup luas dan penuh kejujuran untuk menyampaikan aspirasinya. Meski dari masyarakat yang paling bawah sekalipun. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah kepala Negara yang dipilih dan didaulat secara langsung oleh rakyat Indonesia.
Selain itu, bisa dikatakan kunjungan seorang Presiden ke daerah merupakan momen yang sangat berarti bagi seluruh rakyat Negara yang bersangkutan. Apalagi dalam kondisi bangsa yang belum juga kunjung menentu di segala bidang. Dimana semenjak bangsa Indonesia menegaskan dirinya untuk merdeka dan berdaulat sampai hari ini belum juga cita-cita kemerdekaan itu terwujud secara maksimal. Justru akhir-akhir ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia semacam ada indikasi yang tidak sehat akibat perseteruan politik antar elit bangsa untuk berebut kuasa seirirama dengan semakin hajatan demokrasi di Indonesia. Baik pemilihan legislitaf, presiden maupun kepala daerah. Celakanya, kondisi seperti ini hampir terjadi di semua level kekuasaan (baca: pemerintahan) baik level nasional (pusat), regional (propinsi), maupun level lokal (kabupaten) bahkan sampai level desa, kelurahan bahkan level RT sekalipun. Belum lagi kepentingan segelintir elit masyarakat yang berusaha mendistorsi dan berusaha membajak agenda kebangsaan yang plural dan menjunjung tinggi sikap toleransi dengan klaim agama, kebebasan, kebenaran, perjuangan atas nama rakyat dan lain-lain untuk kepentingan individu semakin memperkeruh dan meresahkan rakyat.
Dari situ bisa dilihat betapa kompleksnya persoalan yang melilit bangsa ini. Sehingga kunjungan Presiden sangat tidak bijaksana dan tidak penting (bahkan bisa mubazdir alias sia-sia) ketika kunjungan tersebut hanya dilakukan secara formal-seremonial semata yang cenderung jauh dari subtansi tujuan dan kebutuhan narasi fakta bangsa seperti di atas. Dimana, persoalan grass root diabaikan sedangkan kepentingan elit sangat terakomidir disana. Apalagi kunjungan Presiden adalah aktivitas kenegaraan yang sudah barang tentu menggunakan fasilitas Negara yang sepenuhnya adalah hak rakyat.
Kiranya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua elit bangsa ini umumnya dan elit kabupaten Lamongan khususnya dalam mensikapi kunjungan seorang kepala Negara di Lamongan 17 Februari mendatang.
Pertama, kunjungan tersebut harus mampu menjadi ruang komunikasi antara rakyat dengan presiden secara langsung tanpa mengurangi rasa hormat rakyat kepada presiden selaku kepala negara. Sehingga kepala Negara benar-banar mengetahui psikologi rakyatnya. Ini sangat penting dalam rangka membantu seorang kepala Negara dalam menentukan kebijakan yang bijaksana kepada rakyatnya.
Kedua, kunjungan kenegaraan oleh seorang kepala Negara diharapkan bisa menjadi evaluasi kepada Pemkab (Pemerintah Kabupaten) dan unsur-unsurrnya baik legislatif, eksekutif, yudikatif dan elit masyarakat oleh presiden dari beragam prespektif. Tidak hanya dari prespektif birokrasi Pemkab semata. Apalagi dari temuan beberapa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan elit publik, stake holder local terlepas dari penghargaan-penghargaan yang telah diraihnya Lamongan terindikasi sebagai sarang KKN, hegemonik dan cenderung otoriter.
Misalnya keuangan daerah yang tidak transparan dan tidak jelas pembelanjaanya. Dan lagi yang aktual adalah kasus proses seleksi anggota KPUK (Komisi Pemilihan Umum Kabupaten) oleh Timsel (Tim Seleksi) yang sangat rentan manipulasi dalam mewujudkan pelaksanaan demokrasi sebenarnya yang belum juga tuntas penyelesaiannya sampai hari ini. Dan persoalan-persoalan pengadaan fisik sarana publik, PKL (Pedagang Kaki Lima) dan lain sebagainya.
Menurut Ahmad Erani Yustika (Sindo, 2009) secara teoritis, struktur pemerintahan otoriter membentuk kebijakan (ekonomi) yang cenderung hanya membagi kesejahteraan kepada pelaku ekonomi yang memiliki akses terhadap pengambil kebijakan. Hasilnya, ekonomi memusat kepada aktor-aktor yang dekat dengan elit pemerintah atau para kerabatnya. Inilah yang disebut Hernando de Soto dengan istilah “redistributive combines”.
Lebih lanjut Erani Yustika mengatakan, struktur politik yang demokratis membatasi watak kebijakan kolusif/nepotis. Sehingga terdapat penyebaran aktor-aktor ekonomi yang menuai kemanfaatan dari kebijakan ekonomi. Hasilnya, tidak ada dominasi dalam kegiatan ekonomi. Itu menujukkan ada indikasi masalah mendasar untuk turut penanganan serius sebagai langkah preventif dari presiden yang notabenenya merupakan representasi pemerintah pusat.
Ketiga, kunjungan seorang kepala Negara diharapkan bisa memberi motivasi kepada rakyat untuk tetap optimis menatap masa depan. Dengan itu dimaksudkan akan tercipta sebuah etos kerja yang baik untuk selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran, sportivitas dan komitmen kebersamaan dalam mengupayakan terciptanya iklim yang damai selalu tetap terjaga. Itu penting terlebih kondisi bangsa yang relatif belum establish seperti sekarang ini.
Dimana gejala itu terefleksi secara jelas dari semakin maraknya pemberitaan kasus-kasus kriminal oleh media massa seperti kenakalan remaja, anarkisme massal baik yang mengatas namakan agama maupun kebebasan, tingginya angka pengangguran, tumbuh suburnya sikap pragmatisme di tengah-tengah masyarakat dan lain sebagainya.
Di aras inilah presiden sebagai kepala Negara mempunyai peran penting leadership untuk mencegah terjadinya konflik, bendeng ceweng dan mampu memotifasi sekaligus menjaga keseimbangan hubungan sosiologis rakyatnya. Baik hubungan fertikal maupun horizontal. Namun bukan berarti motivasi presiden tersebut dibuat sebagai candu yang membuai rakyat apalagi diperalat untuk kepentingan kampanye yang mengobral janji untuk memenuhi kepentingan pribadi semata.
Dan Keempat, yang tidak kalah pentingnya dalam momentum kunjungnan kepala Negara adalah agenda memperkukuh NKRI (Negara Kesatuan republik Indonesia). Bahwa bangsa Indonesia telah final untuk selalu komitmen dan menjaga pancasila sebagai falasafah dan ideologi Negara sampai titik darah penghabisan. Karena diakui atau tidak, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita akhir-akhir ini terdapat indikasi masuknya kekuatan yang cukup massif untuk merongrong kebinekaan, toleransi dan pluralisme bangsa Indonesia.
Singkatnya, kekuatan disintegrasi terhadap NKRI harus selalu diwaspadai oleh seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama, bergandeng renteng, saiyek saeko proyo menjaga kedaulatan NKRI tersebut.
Kiranya benar, bahwa Presiden adalah simbol Negara. Merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa ini untuk menghormati dan menjunjung tinggi seorang kepala Negara. Merupakan pelanggaran besar dan merendahkan martabat sebuah bangsa ketika kepala Negara tidak dihormati. Demikian juga bisa menjadi tindakan pembodohan kepada rakyat ketika penghormatan itu hanya berorientasi kepada formal-ceremonial belaka. Apalagi kemudian penghormatan itu hanya berorientasi kepada sikap ABS (Asal Bapak Senang). Tentu yang seperti itu jauh lebih merendahkan martabat sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh yang terbingkai di dalam naungan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) tentunya.
Ahirnya, merupakan sebuah tanggung jawab bersama sebagai warga Negara untuk selalu menjaga kewibawaan Negara. Presiden adalah merupakan kepala Negara, pemimpin formal tertinggi di Negeri ini. Sudah selayaknya seorang presiden disambut dengan penuh rasa hormat dan rasa syukur sebagai rakyatnya. Sebagaimana dalam al-Qur’an di tegaskan ati’ullah wa athiurrosul wa ulil amri min kum tanpa harus mengabaikan untuk selalu berihtiyar mernunaikan watawa soubilhaq watawa soubil as sober. Semoga

KODE PPC ANDA

Digg Technorati del.icio.us Stumbleupon Reddit Blinklist Furl Spurl Yahoo Simpy

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

0 komentar

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)