PMII Komisariat Unisda Lamongan

Commissariat Board Indonesian Moslem Students Movement, Sekretariat : Jl.Airlangga Keduwul, Sukodadi, Lamongan 62262 (Depan SMK PGRI Sukodadi ? Selatan Masjid Sabilillah) Contact Person : 0856 5530 8080/ 0857 3040 4374



Idul Adha dan peristiwa kurban yang setiap tahun dirayakan umat muslim di dunia seharusnya tak lagi dimaknai sebatas proses ritual, tetapi juga diletakkan dalam konteks peneguhan nilai-nilai kemanusiaan dan spirit keadilan, sebagaimana pesan tekstual utama agama. Kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan qurbah yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha itu terdapat apa yang biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu kita menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau, guna memenuhi panggilan Tuhan. Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim. Idul Adha bermakna keteladanan Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan. Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta. Bagi Ali Syari’ati (1997), ritual kurban bukan cuma bermakna bagaimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, akan tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Sementara bagi Jalaluddin Rakhmat (1995), ibadah kurban mencerminkan dengan tegas pesan solidaritas sosial Islam, mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan. Dengan berkurban, kita mendekatkan diri kepada mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila Anda puasa, Anda akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti Anda. Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki tiga makna penting sekaligus. Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi. Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban adalah media ritual, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu. Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki. Bagi Syari’ati, kisah penyembelihan Ismail, pada hakikatnya adalah refleksi dari kelemahkan iman, yang menghalangi kebajikan, yang membuat manusia menjadi egois sehingga manusia tuli terhadap panggilan Tuhan dan perintah kebenaran.


Ismail adalah simbolisasi dari kelemahan manusia sebagai makhluk yang daif, gila hormat, haus pangkat, lapar kedudukan, dan nafsu berkuasa. Semua sifat daif itu harus disembelih atau dikorbankan. Pengorbanan nyawa manusia dan harkat kemanusiaannya jelas tidak dibenarkan dalam ajaran Islam dan agama mana pun. Untuk itu, Ibrahim tampil menegakkan martabat kemanusiaan sebagai dasar bagi agama tauhid, yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad dalam ajaran Islam. Ali Syari’ati mengatakan Tuhan Ibrahim itu bukan Tuhan yang haus darah manusia, berbeda dengan tradisi masyarakat Arab saat itu, yang siap mengorbankan manusia sebagai “sesaji” para dewa. Ritual kurban dalam Islam dapat dibaca sebagai pesan untuk memutus tradisi membunuh manusia demi “sesaji” Tuhan. Manusia, apa pun dalihnya, tidak dibenarkan dibunuh atau dikorbankan sekalipun dengan klaim kepentingan Tuhan. Lebih dari itu, pesan Iduladha (Kurban) juga ingin menegaskan dua hal penting yang terkandung dalam dimensi hidup manusia (hablun minannas). Pertama, semangat ketauhidan, keesaan Tuhan yang tidak lagi mendiskriminasi ras, suku atau keyakinan manusia satu dengan manusia lainnya. Di dalam nilai ketauhidan itu, terkandung pesan pembebasan manusia dari penindasan manusia lainnya atas nama apa pun. Kedua, Idul Adha juga dapat diletakkan dalam konteks penegakan nilai-nilai kemanusiaan, seperti sikap adil, toleran, dan saling mengasihi tanpa dilatarbelakangi kepentingan-kepentingan di luar pesan profetis agama itu sendiri. Masalahnya, spirit kemanusiaan yang seharusnya menjadi tujuan utama Islam, dalam banyak kasus tereduksi oleh ritualisme ibadah-mahdah. Seakan-akan agama hanya media bagi individu untuk berkomunikasi dengan Tuhannya, yang lepas dari kewajiban sosial-kemanusiaan. Keberagamaan yang terlalu teosentris dan sangat personal itu, pada akhirnya terbukti melahirkan berbagai problem sosial dan patologi kemanusiaan. Alquran menganjurkan kita agar mengikuti agama Ibrahim yang hanif, lurus dan tidak menyimpang. Selain hanif, agama Ibrahim juga agama yang samaahah, yang toleran terhadap manusia lain. Pesan kurban harus mampu menjawab persoalan nyata yang dihadapi umat, seperti perwujudan kesejahteraan, keadilan, persaudaraan, dan toleransi. Sulit membayangkan jika banyak umat yang saleh secara ritual, khusyuk dalam berdoa, dan rajin berkurban, tetapi justru paling tak peduli pada tampilnya kemungkaran. Sekaranglah saatnya kita mewujudkan penegakan solidaritas dan keadilan sosial sebagaimana diajarkan Nabi Ibrahim, dan membumikan ajaran Ismail sebagai simbol penegakan nilai-nilai ketuhanan di tengah-tengah kehidupan umat manusia yang kian individual, pragmatis, dan menghamba pada materi. Karena, seperti kata Rabindranath Tagore (1985), Tuhanmu ada di jalan di mana orang menumbuk batu dan menanami kebunnya, bukan di kuil yang penuh asap dupa dan gumaman doa para pengiring yang sibuk menghitung lingkaran tasbih.





1. Pra-aksi
Sebelum aksi, hal-hal yang perlu dilakukan adalah penyiapan baik secara substansi maupun secara teknis. 

2. Substansi:
a. Target aksi:
Kampanye massa. Untuk kampanye (propaganda), bisa dengan rally damai keliling kota, dan tidak perlu menetapkan sasaran aksi (misalnya kantor-kantor pemerintah). Sasaran kampanye adalah ke basis-basis massa. Tetapi untuk meraih opini publik, jangan lupa mengontak pers. Jika massa tidak mencukupi untuk rally, mungkin cukup aksi statis dengan orasi dan bagi-bagi selebaran. Penentuan titik aksi mesti melihat konsentrasi massa rakyat. 
Mengajukan tuntutan. Aksi kayak gini biasanya berkaitan dengan tuntutan ekonomis (sektoral) atau politis, atau mungkin campuran. Buruh misalnya menuntut pembatalan PHK sepihak, kenaikan upah, uang lembur dll. Petani menuntut sertifikasi tanah garapan, menuntut kenaikan bea impor beras, pengembalian dana cengkeh, dll. Mahasiswa menuntut SPP tidak dinaikkan, menolak pemecatan kawan mahasiswa, dll. Sasaran aksi: pabrik, Disnaker, P4P, P4D, Depnaker, Balaikota, Gubernuran, DPR, DPRD, kepolisian, kejaksaan, rektorat, dll. 

Bentuk aksi bisa dilakukan untuk kampanye ke massa rakyat lain. 
Bentrok. Aksi bentrok bertujuan meradikalisasi massa dan menaikkan opini ke publik. Aksi bentrok bisa menetapkan sasaran aksi, tetapi biasanya tidak penting apakah bisa nyampe ke sasaran atau nggak, karena biasanya tuntutan yang kelewat politis, sehingga diblokade aparat jauh dari sasaran aksi. Yang penting adalah tuntutan kita terkover oleh media dan menunjukkan ke masyarakat watak otoriter pemerintah (meskipun mengaku demokratis, reformis, populis, dsb). 

b. Isu yang diangkat
Teknis aksi yang harus diperhatikan:
a. Penentuan rute aksi
Rute aksi harus benar-benar diperhitungkan untuk bisa menyapu massa di luar garapan kita, atau istilahnya titik-titik api revolusioner dan jalur-jalur insureksi. 
b. Penyusunan perangkat aksi
Susunan perangkat aksi secara lengkap adalah:
Koordinator lapangan (korlap)/Komandan lapangan (danlap). Korlap bertanggung jawab penuh dan berwenang untuk menentukan keseluruhan aksi. Keputusan Korlap harus dipatuhi tanpa protes (sentralisme otoriter), adapun kritik baru bisa diajukan dalam evaluasi pasca-aksi. Jika aksi adalah aksi gabungan, danlap fungsinya hanya koordinator. Keputusan ditentukan berdasarkan kesepakatan simpul-simpul organ di lapangan. (Sewaktu diskusi bersama simpul-simpul organ, kepemimpinan aksi diambil alih oleh wakil danlap.) Korlap bisa berorasi, tapi untuk orasi harus ada tim sendiri. 
Wakil Korlap (wakorlap). Fungsinya menggantikan Korlap jika berhalangan atau jika Korlap tertangkap.

Simpul organ atau simpul massa
Biasanya jika aksi gabungan. Simpul organ mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan massa. 
Tim orator (propagandis). Tim ini fungsinya mempropagandakan isu ke massa-massa rakyat. Aksi.
Tim agitator. Fungsinya menyemangati massa aksi dengan meneriakkan yelyel dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. 
Tim keamanan. Berfungsi menjaga barisan tetap solid, mencegah masuknya intel ke dalam barisan dan mencegah provokasi dari massa jika aksi damai. 
Tim sweeper. Berfungsi membuka jalan, menahan arus lalu-lintas dan mengecek situasi di jalur-jalur yang akan dilalui aksi. 
Tim negosiasi. Fungsinya melakukan negosiasi dengan pihak sasaran aksi (jika menuntut sesuatu) dan negosiasi dengan aparat keamanan yang memblokir jalan.
Tim logistik. Harus menjaga keselamatan barang-barang logistik supaya tidak tertinggal atau dirampas aparat. 
Tim medis. Bertanggung jawab penuh jika terjadi bentrokan dan luka-luka, siap pula de
Tim evakuasi. Mempersiapkan jalur-jalur evakuasi jika aksi direpresi dan memastikan jalur-jalur tersebut bersih dari intel dan aparat. 
Tim humas. Fungsinya melobi pers dan melakukan konferensi pers. 
Tim dokumentasi. Fungsinya mendokumentasikan aksi (foto atau video) dan mencatat kronologi aksi dari menit ke menit. 
Posisi-posisi di atas bisa fleksibel (bisa saling merangkap atau ada yang ditiadakan), tetapi jika massa aksi lumayan besar alangkah baiknya posisi tersebut diisi semua.

c. Penyiapan logistik
Logistik yang perlu disiapkan:
Spanduk. Spanduk berisi tuntutan utama, ditulis ringkas dan langsung ke pokok persoalan. Spanduk utama di depan, spanduk lainnya bisa di samping. Di bawahnya dituliskan nama organ aksi (ukuran kecil). 
Pengeras suara. Jumlahnya minimal satu (jika massa aksi kurang dari 100 orang), untuk massa yang besar diperlukan pengeras suara yang banyak untuk mengatur massa aksi dan untuk orasi ke massa rakyat. 
Poster-poster. Akan lebih baik jika poster diberi gagang kayu sehingga lebih mudah membawanya (sekaligus bisa untuk senjata jika aksi bentrok). Poster dibuat sebanyak-banyaknya supaya banyak tuntutan bisa termuat. 
Selebaran dan pernyataan sikap. Untuk ke massa rakyat dan pers supaya disiapkan selebaran dalam jumlah yang cukup. Di samping itu untuk pers bisa pula ada pernyataan sikap yang khusus, isinya lebih banyak daripada selebaran (isi dibuat sederhana). 
Bendera. Bendera utama cukup satu di depan. Jika aksi gabungan, setiap organ boleh bawa benderanya sendiri-sendiri. 
Umbul-umbul. Nama organ di spanduk biasanya kurang terbaca, untuk itu bisa memakai umbul-umbul. 
Ikat kepala. Jika dana tidak memadai, ikat kepala bertuliskan nama organ aksi pun sudah cukup. 
Tali rafia. Untuk aksi damai, supaya massa tidak terlalu cair bisa digunakan tali rafia. Tetapi lebih baik memakai barikade pagar betis. 

Obat-obatan. Untuk P3K. 
Alat komunikasi. Handphone cukup vital dalam aksi jika ada kejadian darurat. 
Alat-alat pemukul. Bisa menyiapkan tongkat khusus (sebaiknya disembunyikan, dibawa oleh tim logistik dan baru dibagikan sewaktu siap bentrok). Bisa pula disamarkan dalam bentuk gagang poster, bendera dan umbul-umbul. 
Batu-batu. Di lokasi bentrok, biasanya banyak terdapat batu-batuan. Tim logistik supaya mengatur posisi batu-batuan agar mudah dipungut oleh massa ketika bentrokan terjadi. Jika perlu batu-batuan sengaja dibawa ke lokasi aksi. 
Bom molotov. Karena sangat riskan, sebaiknya disembunyikan baik-baik dan hanya dikeluarkan ketika ada komando. Untuk melempar molotov, supaya ada tim khusus yang memang sudah mahir dalam melempar (tidak mencelakakan diri atau sesama massa aksi). 
Kamera. Untuk dokumentasi aksi. 
Alat tulis dan arloji. Untuk mencatat kronologi aksi (prioritas HUMAS). 

d. Koordinasi
Harus dipastikan bahwa semua perlengkapan siap dan pemberitahuan ke massa aksi pun sudah dilakukan dengan baik. Untuk itu sebaiknya ditetapkan sentral informasi yang sifatnya rahasia, hanya boleh diketahui oleh internal. Selain itu ditetapkan pula titik pertemuan akhir untuk evaluasi dan tempat koordinasi pasca-aksi, terutama jika terjadi bentrokan 

e. Absensi
Wajib hukumnya, selain untuk mengetahui kekuatan massa, agar memudah pengontrolan apabila dalam keadaan refresip sekalipun, dan kita akan bisa melihat sejauh mana massa ikut melakukan kerja-kerja revolusioner tersebut ketika pemberangkatan, selama aksi, briefing dan pasca aksi.

Orasi-orasi pembukaan
Di isi oleh kolap/ propagandis orasi tentang tuuntutan /menyosialisasikan tuntutan2/lagu2 perjuangan untuk menambah semangat peserta aksi.



3. Bergerak
Waktu bergerak kolaplah yang ngasih komando/instruksi ke peserta aksi bahwa aksi siap di mulai atau di berangkatkan. Dalam perjalanan tim agitprop harus bisa memberi semangat terhadap peserta aksi melalui(Lagu-lagu yel-yel), tim sweeper yang harus sering memberi informasi langsung ke korlap karena tim ini yang mengetahui dulu bagaimana keadaan di depan atau rute aksi yang akan di lewati, keamanan mengontrol, mengawasi barisan biar nggak cair dan mengawasi intel/massa cair masuk barisan yang ingin memprovokasi (tegur jika melakukan provokasi), jika diblokade aparat, jika terjadi provokasi, negosiasi, menjaga semangat massa, bentrok, dan pasca-aksi.

4. Absensi dan Evaluasi 
Korlap mengecek seluruh massa aksi melalui tim lapangan untuk memeriksa kelengkapan massa aksinya. Kemudian memimpin jalannya evaluasi demi laporan pertanggung jawabannya dan mengevaluasi seluruh kejadian lapangan apakah aksi berjalan seperti rencana dalam kesepakatan.




Iftitah
Senantiasa memohon dan menjadikan Allah SWT sebagai sumber segala kebenaran dan tujuan hidup, Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMI) berusaha menggali nilai-nilai ideal-moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti, motivasi pergerakan dan sekaligus memberikan legitimasi dan memperjelas terhadap apa saja yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini. 

NDP ini adalah tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh warga PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal atau secara bersama-sama, dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas dengan melakukan keberpihakan yang nyata melawan ketidak adilan, kesewenang-wenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negatif lainnya. NDP ini, dengan demikian, memungkinkan warga PMII senantiasa memiliki kepedulian sosial yang tinggi (faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya/ paham dan peka terhadap kemaslahatan makhluk di dunia)

ARTI, FUNGSI DAN KEDUDUKAN
ARTI NDP
NDP adalah nilai-nilai yang secara mendasar merupakan sublimasi nilai-nilai keIslaman (seperti kemerdekaan/ al-hurriyah, persamaan/ al-musawa, keadilan/ ’adalah, toleran/ tasamuh, damai (al-shulh), dll) dan ke Indonesiaan (keberagaman suku, agama, dan ras; beribu pulau; persilangan budaya) dengan kerangka pemahaman ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong, serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan memberi spirit dan élanvital pergerakan yang meliputi cakupan iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan tasawuf) dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat (sa’adah ad-darain). Dan sebagai tempat semai dan tumbuh, Keindonesiaan memberi area berpijak, bergerak, dan memperkaya proses aktualisasi dan dinamika pergerakan.

Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan ahlussunnah wal jama’ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtima’i (perubahan sosial) untuk mendekonstruksikan sekaligus merekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti-kekerasan, dan kritis-transformatif. 

FUNGSI NDP
a. Kerangka Refleksi
Sebagai kerangka refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu menjadi sesuatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus keberbagaian ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i). Kerangka refleksi ini, karenanya, menjadi moralitas sekaligus tujuan absolut dalam mendulang capaian-capaian nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan, dll. 


b. Kerangka Aksi 
Sebagai kerangka aksi, NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, pembelajaran sosial yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran faktual. Kebenaran faktual itu senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah, kerangka ini memungkinkan warga pergerakan menguji, memperkuat atau bahkan memperbarui rumusan-rumusan kebenaran dengan historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah. (Mutasyabihat, Dzonni)

c. Kerangka Ideologis
Pertama, Menjadi satu rumusan yang mampu memberikan proses ideologisasi di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan sosial yang diangankan secara bersama-sama secara terorganisir.
Kedua, Menjadi pijakan atau landasan bagi pola pikir dan tindakan kader sebagai insan pergerakan yang aktif terlibat menggagas dan proaktif memperjuangkan perubahan sosial yang memberi tempat bagi demokratisasi dan penghargaan terhadap HAM.

KEDUDUKAN NDP
1. NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas pergerakan
2. NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktivitas pergerakan.

RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR PERGERAKAN
1. TAUHID
Mengesakan Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Di dalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia. (Al-Ikhlas, Al-Mukmin ayat 25, Al-Baqarah ayat 130-131)

PERTAMA, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat sifat dan perbuatan- perbuatanNya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah dan memelihara alam semesta. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah maha mengetahui, maha menolong, maha bijaksana, hakim maha adil, maha tunggal, maha mendahului dan maha menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan. (Al-Hasyr ayat 22-24) 

KEDUA, keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada ghaib. (Al-Baqoroh ayat 3, Muhammad ayat 14-15, Al-Alaq ayat 4, Al-Isro’ ayat 7)

KETIGA, oleh karena itu tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan lewat perbuatan. Maka, konsekuensinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus mampu melarutkan dan menetaskan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan serta tersosialisasikan hingga merambah sekelilingnya. (Al-Baqoroh ayat 30, Al A’raf ayat 129, An-Nahl ayat 62, Father ayat 39). Hal ini dibuktikan dengan pemisahan yang tegas antara hal-hal yang profan dan yang sacral. Selain Allah sebagai dzat yang Maha Kuasa, maka bisa dilakukan dekonstruksi dan desakralisasi atas-Nya. Sehingga tidak terjadi penghambatan pada hal-hal yang sifatnya profan, seperti jabatan, institusi, teks, orang dan seterusnya. 

KEEMPAT, dalam memahami dan mewujudkannya, Pergerakan telah memilih ahlussunnah wal jama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu. 

2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaanNya yang lain. (Al-Dzariyat ayat 56, Al-A’raf ayat 179, Al-Qashash ayat 27) Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhlukNya. Sebagai hamba Allah, (Shad ayat 82-83, Al-Hujurat ayat 4) manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuanNya. Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. (Al-Imron ayat 153, Hud ayat 88)

Dengan demikian, dalam kedudukan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubung an manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. (Al-anç–¥ 165, Yunus ayat 14) Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. (Shad ayat 72, Al-Hajr ayat 29, Al-Ankabut ayat 29) Sebab memilih salah satu pola akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi manusia yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkan prinsip tauhid secara maksimal.

Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas. (Al-Ra’d ayat 11) Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridlaan dari Allah. Sehingga pussat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah.(Al-hadid ayat 22) Dengan demikian berarti diberikan penekanan kepada proses menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, akan muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamis dalam hubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketakwaan dan tidak pernah pongah kepada Allah. (Al-Imron ayat 159)
Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan tentang kemahakuasaan-Nya, yakni kemahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi ke mahakuasaan-Nya itu. Sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah, yakni fitran suci yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepada-Nya, berarti manusia tengah menjalani fungsi al-Quddus. Ketika manusia berbelah kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar-Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi al-Ghoniyya. Dengan demikian pula, dengan peran ke-maha-an Allah yang lain, as-Salam, al-Mur’in dan sebagainya. (Al-Baqoroh ayat 213)
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. (Al-A’raf ayat 54, Hud ayat 7, Ibrahim ayat 32, An-Nahl ayat 3, Bani Isroil ayat 44, Al-Ankabut ayat 44, Luqman ayat 10, Al-Zamr ayat 5, Qaf ayat 38, Al-Furqon ayat 59, Al-Hadid ayat 4) Dari semua tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang telah diupayakan. Karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama di tengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat.(Al-Ra’d ayat 8, Al-Hajr ayat 21, Al-An’am ayat 96, Yasin ayat 38, Al-Sajadah ayat 12, Al-Furqon ayat 2, Al-Qomr ayat 49)

Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemnerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasna-keterbatasan, sebab perputaran itu semata-mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang maha adil dan bijaksana. Semua alam semesta selalu tunduk pada sunnah-Nya, pada keharusan universal atau taqdir. (Al-Baqoroh ayat 164, Al-Imron ayat 164, Yunus ayat 5, Al-Nahl ayat 12, Al-Rum ayat 22, Al-Jatsiyah ayat 3) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh . Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil jerih payah dan karyanya. 

3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruh-Nya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa manusia berkedudukan mulia diantara ciptaan Allah yang lain. Kesadaran moral dan keberaniannya untuk memikul tanggungjawab dan amanat dari Allah yang disertai dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya (al-Mu’minun,115). Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan lainnya. 

Sebagai warga dunia, manusia harus berjuang dan menunjukkan peran yang dicita-citakan. Tidak ada yang lebih antara yang satu dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya (al-Hujurat, 13). Setiap manusia memiliki kekurangan (at-Takatsur; al-Humazah; al-Ma’un;az-Zumar,49; al-Hajj,66) dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya (al-Mu’minun, 57-61), tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerjasama, menasehati dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama (QS. Ali Imran, 103; an-Nisa’, 36-39)

Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa dan jarsa manusia. Dengan demikian, maka hasil itu merupakan budaya manusia yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi dan sebagian dapat dirubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia, inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dan nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedangkan budaya yang tidak bersesuaian dapat diperbarui. 
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan adanya upaya bergerak secara dinamis, kreatif dan kritis dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah melalui pemanfaatan potensi diri tersebut sehingga manusia menyadari asal mulanya kejadian dan makna kehadirannya di dunia. 
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dari semangat yang dijiwai oleh sikap kritis yang senantiasa berada dalam religiusitas. Manusia dan alam selaras dengan perkembangan kehidupan dan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus menegakkan iman, taqwa dan amal sholeh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan dunia itu, sesama manusia saling meghormati harkat dan martabat masing-masing, bersederajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk itu diperlukan usaha bersama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog yang egaliter dan setara antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus menerus dilakukan sepanjang sejarah. 

Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerjasama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama yakni, hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum serta adanya permusyawaratan. Sedangkan hubungan antar muslim dan non-muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan yang paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita bersama uman manusia (al-Kaafirun).

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama umat Islam (al-Hujuraat, 9-10), persaudaraan sesame warga negara dan persaudaraan sesama umat manusia. Perilaku persaudaraan ini harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan manfaat maksimal untuk diri dan lingkungannya. 

4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah. (Hud 61; Al-Qoshash, 77) Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. (An-Nahl 122; Al-Baqaroh 130; Al-ankabut 38) Alam juga menunjukkan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. (Al-Ankabut ayat 64; al-Jaatsiyah, 3,4,5) Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukkan alam bagi manusia (Al-Syura, 20; Yusuf, 109; Al- anç–¥, 32; al-Baqarah, 29) dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan kepada Allah. 

Allah mendudukkan manusia sebagai khalifah (al-Baqarah, 30). Sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya (al-jaatsiyah, 12,13; al-Ghaasyiyah, 17-26), bukan menjadikannya sebagai obyek eksploitasi (ar-Rum,41). 
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan untuk kebaikan akhirat. Di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akhirat adalah masa depan eskatologis yang tak terelakkan. Kehidupan akhirat dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh (al-Baqarah, 62; al-A’ashr).

Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi dan menyelenggara-kan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan, nafkah dan masa depan, maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama (al-Mu’minun, 17-22; al-Hajj,65). Hidup bersama antar manusia berarti hidup antar kerjasama, tolong menolong dan tenggang rasa (Abasa, 17-32; an-Naazi’aat, 27-33).

Salah satu dari hasil penting dari cipta, rasa dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tersendiri. Alam perlu didayagunakan dengan tidak mengesampingkan aspek pelestariannya. 

Sumber pengetahuan adalah Allah. Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayatNya. Ayat-ayat berupa wajyu dan seluruh ciptaan-Nya. Untuk mengetahui dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Disini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistematis terhadap ayat-ayat Allah. 

Pengembangan pemahaman tersebut secara tersistematis dalam ilmu pengetahuan yang menghasilkan iptek juga menunjuk pada kebaharuan manusia yang terus berubah penciptaan pengembangan dan pengusaan terhadap iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari, Jika manusia menginginkan kemudahan hidup untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama, usaha untuk memanfaatkan Iptek tersebut menuntut keadilan, kebenaran, kemanusiaan dan kedamaian.

Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan usia dan keluasan Iptek, sehingga berbarengan dengan iman dan tauhid manusia dapat mengembangkan diri pada derajat yang tinggi.

IHTITAM
Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dipergunakan sebagai landasan teologis, normatif dan etis dalam pola pikir dan perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Dengan ini dasar-dasar tersebut ditujukan untuk mewujudkan pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas cita-cita kemerdekaan rakyat Indonesia. Sosok yang dituju adalah sosok insan kamil Indonesia yang kritis, inovatif, dan transformatif yang sadar akan posisi dan perannya sebagai khalifah di muka bumi.

Semoga Menjadi Bagian Manifestasi “Dzikir, Fikir, Amal Sholeh”

***




Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris).

1. Sejarah
Latar belakang pembentukan PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
- Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
- Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
- Pisahnya NU dari Masyumi.
- Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
- Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Organisasi-organisasi pendahulu
Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.

Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Konferensi Besar IPNU
Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
A. Khalid Mawardi (Jakarta)
M. Said Budairy (Jakarta)
M. Sobich Ubaid (Jakarta)
Makmun Syukri (Bandung)
Hilman (Bandung)
Ismail Makki (Yogyakarta)
Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
Laily Mansyur (Surakarta)
Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
Hizbulloh Huda (Surabaya)
M. Kholid Narbuko (Malang)
Ahmad Hussein (Makassar)

Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.

Deklarasi
Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.

Independensi PMII
Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.

Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.

Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.

2. Makna Filosofis

Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.

Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.

“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).

Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.

3. Lambang PMII 







Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi. Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di setiap goresannya. Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya. 
Dari Bentuk :
1. Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar
2. Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu memancar
3. Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidien)
4. Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhauan Ahlussunnah Wal Jama’ah
5. Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambing dapat diartikan ganda yakni :
• Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
• Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.
Dari Warna :
1. Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara.
2. Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
3. Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.

Kegunaan Lambang :
Lambang digunakan pada : papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket/pakaian, kartu anggota PMII dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukan identitas organisasi. 
Ukuran lambang disesuaikan dengan besar wadah penggunaan.
4. Visi dan Misi

Visi dasar PMII :
Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan. Visi ke-Islaman yang dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat. Sedangkan visi kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali. 

Msi dasar PMII :
Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk 
5. Tujuan didirikannya PMII
Secara totalitas PMII sebagai suatu organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan merubah kondisi sosial di Indonesia yang dinilai tidak adil, terutama dalam tatanan kehidupan sosial. Selain itu juga melestarikan perbedaan sebagai ajang dialog dan aktualisasi diri, menjunjung tinggi pluralitas, dan menghormati kedaulatan masing-masing kelompok dan individu.
Dalam lingkup yang lebih kecil PMII mencoba menciptakan kader yang memiliki pandangan yang luas dalam menghadapi realitas sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai macam paham pemikiran yang digunakan dalam menganalisa realitas yang ada, sehingga diharapkan seorang kader akan mampu memposisikan diri secara kritis dan tidak terhegemoni oleh suatu paham atau oordina yang dogmatis. 
6. Rekrutment
Dalam PMII, ada tahapan-tahapan pengkaderan. Untuk tahap pertama dalah MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru) sebagai jendela awal untuk bergabung dalam organisasi PMII. Untuk berikutnya sebagai tindak lanjut ada PKD (Pelatihan Kader Dasar) dilaksanakan oleh Komisariat/Cabang, merupakan persyaratan untuk bisa menjadi pengurus komisariat/cabang. Dan diteruskan dengan PKL (Pelatihan Kader Lanjut), dilaksanakan oleh pengurus cabang, merupakan persyaratan untuk menjadi pengurus cabang/pengurus koordinator cabang.
7. Struktural Organisasi
Pengurus Besar (PB) berpusat di Ibu Kota 
Pengurus Koordinator Cabang (PKC) berpusat di Provinsi
Pengurus Cabang (PC) berpusat di Kabupaten
Pengurus Komisariat (PK) berpusat di Kampus
Pengurus Rayon (PR) berpusat di Fakultas

***

Tangan Terkepal, Maju Kemuka
Sekali Bendera Dikibarkan
Hentikan Ratapan Dan Tangisan
Sekretaris ’09



1. Pengantar 

Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian keislaman –merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu. 

Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya. Jika hal ini mampu kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah); yakni kebebasan berfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif (hurriyah al-irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah) (Said Aqil Siradj : 1998). 

Berangkat dari pemikiran diatas maka persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana meletakkan aswaja sebagai metologi berfikir (manhaj al-fikr)?.Jika mengharuskan untuk mengadakan sebuah pembaharuan makna atau inpretasi, maka pembaharuan yang bagaimana bisa relevan dengan kepentingan Islam dan Umatnya khususnya dalam intern PMII. Apakah aswaja yang telah dikembangkan selama ini didalam tubuh PMII sudah masuk dalam kategori proporsional? Inilah yang mungkin akan menjadi tulisan dalam tulisan ini. 

2. Aswaja Dan Perkembangannya 

Melacak akar-akar sejarah munculnya istilah ahlul sunnah waljamaah, secara etimologis bahwa aswaja sudah terkenal sejak Rosulullah SAW. Sebagai konfigurasi sejarah, maka secara umum aswaja mengalami perkembangan dengan tiga tahab secara evolutif. Pertama, tahab embrional pemikiran sunni dalam bidang teologi bersifat eklektik, yakni memilih salah satu pendapat yang dianggap paling benar. Pada tahab ini masih merupakan tahab konsolidasi, tokoh yang menjadi penggerak adalah Hasan al-Basri (w.110 H/728 M). Kedua, proses konsolidasi awal mencapai puncaknya setelah Imam al-Syafi’I (w.205 H/820 M) berhasil menetapkan hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al- qur’an dalam konstruksi pemikiran hukum Islam. Pada tahab ini, kajian dan diskusi tentang teologi sunni berlangsung secara intensif. Ketiga, merupakan kristalisasi teologi sunni disatu pihak menolak rasionalisme dogma, di lain pihak menerima metode rasional dalam memahami agama. Proses kristalisasi ini dilakukan oleh tiga tokoh dan sekaligus ditempat yang berbeda pada waktu yang bersamaan, yakni; Abu Hasan al-Asy’ari (w.324 H/935 M)di Mesopotamia, Abu Mansur al-Maturidi (w.331 H/944 M) di Samarkand, Ahmad Bin Ja’far al-Thahawi (w.331 H/944 M) di Mesir. ( Nourouzzaman Shidiqi : 1996). 

Pada zaman kristalisasi inilah Abu Hasan al-Asy’ari meresmikan sebagai aliran pemikiran yang dikembangkan. Dan munculnya aswaja ini sebagai reaksi teologis-politis terhadap Mu’tazilah, Khowarij dan Syi’ah yang dipandang oleh As’ari sudah keluar dari paham yang semestinya.

Lain dengan para Ulama’ NU di Indonesia menganggap aswaja sebagai upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan). Perkembangan selanjutnya oleh Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan aswaja sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berdasarkan atas dasar modernisasi, menjaga keseimbangan dan toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memberikan warna baru terhadap cetak biru (blue print) yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia modern. Dari sinilah PMII menggunakan aswaja sebagai manhaj al fikr dalam landasan gerak. 



3. Aswaja Sebagai Manhaj al-fikr 

Dalam wacana metode pemikiran, para teolog klasik dapat dikategorikan menjadi empat kelompok. Pertama, kelompok rasioalis yang diwakili oleh aliran Mu’tazilah yang pelapori oleh Washil bin Atho’, kedua, kelompok tekstualis dihidupkan dan dipertahankan oleh aliran salaf yang munculkan oleh Ibnu Taimiyah serta generasi berikutnya. Ketiga, kelompok yang pemikirannya terfokuskan pada politik dan sejarah kaum muslimin yang diwakili oleh syi’ah dan Khawarij, dan keempat, pemikiran sintetis yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. 

Didalam PMII Aswaja dijadikan Manhajul Fikri artinya Aswaja bukan dijadikan tujuan dalam beragama melainkan dijadikan metode dalam berfikir untuk mencapai kebenaran agama. Walaupun banyak tokoh yang telah mencoba mendekontruksi isi atau konsep yang ada dalam aswaja tapi sampai sekarang Aswaja dalam sebuah metode berfikir ada banyak relevasinya dalam kehidupan beragama, sehingga PMII lebih terbuka dalam mebuka ruang dialektika dengan siapapun dan kelompok apapun. 

Rumusan aswaja sebagai manhajul fikri pertama kali diintrodusir oleh Kang Said (panggilan akrab Said Aqil Siradj) dalam sebuah forum di Jakarta pada tahun 1991. Upaya dekonstruktif ini selayaknya dihargai sebagai produk intelektual walaupun juga tidak bijaksana jika diterima begitu saja tanpa ada discourse panjang dan mendalam dari pada dipandang sebagai upaya ‘merusak’ norma atau tatanan teologis yang telah ada. Dalam perkembangannya, akhirnya rumusan baru Kang Said diratifikasi menjadi konsep dasar aswaja di PMII. Prinsip dasar dari aswaja sebagai manhajul fikri meliputi ; awasuth (mederat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang). Aktualisasi dari prinsip yang pertama adalah bahwa selain wahyu, kita juga memposisikan akal pada posisi yang terhormat (namun tidak terjebak pada mengagung-agungkan akal) karena martabat kemanusiaan manusia terletak pada apakah dan bagaimana dia menggunakan akal yang dimilikinya. Artinya ada sebuah keterkaitan dan keseimbangan yang mendalam antara wahyu dan akal sehingga kita tidak terjebak pada paham skripturalisme (tekstual) dan rasionalisme.

Selanjutnya, dalam konteks hubungan sosial, seorang kader PMII harus bisa menghargai dan mentoleransi perbedaan yang ada bahkan sampai pada keyakinan sekalipun. Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan apalagi hanya sekedar pendapat kita pada orang lain, yang diperbolehkan hanyalah sebatas menyampaikan dan mendialiektikakakan keyakinan atau pendapat tersebut, dan ending-nya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan. Ini adalah menifestasi dari prinsip tasamuh dari aswaja sebagai manhajul fikri. Dan yang terakhir adalah tawazzun (seimbang). Penjabaran dari prinsip tawazzun meliputi berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun dalam konteks politik sekalipun. Ini penting karena seringkali tindakan atau sikap yang diambil dalam berinteraksi di dunia ini disusupi oleh kepentingan sesaat dan keberpihakan yang tidak seharusnya. walaupun dalam kenyataannya sangatlah sulit atau bahkan mungkin tidak ada orang yang tidak memiliki keberpihakan sama sekali, minimal keberpihakan terhadap netralitas. Artinya, dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa memandang dan menposisikan segala sesuatu pada proporsinya masing-masing adalah sikap yang paling bijak, dan bukan tidak mengambil sikap karena itu adalah manifestasi dari sikap pengecut dan oportunis. 

4. Penutup 

Ini bukanlah sesuatu yang saklek yang tidak bisa direvisi atau bahkan diganti sama sekali dengan yang baru, sebab ini adalah ‘hanya’ sebuah produk intelektual yang sangat dipengaruhi ruang dan waktu dan untuk menghindari pensucian pemikiran yang pada akhirnya akan berdampak pada kejumudan dan stagnasi dalam berpikir. Sangat terbuka dan kemungkinan untuk mendialektikakan kembali dan kemudian merumuskan kembali menjadi rumusan yang kontekstual. Karena itu, yakinlah apa yang anda percayai saat ini adalah benar dan yang lain itu salah, tapi jangan tutup kemungkinan bahwa semuanya itu bisa berbalik seratus delapan puluh derajat.


Sejarah Nama Indonesia
Pada zaman purba, kepulauan Indonesia disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut wilayah yang kemudian menjadi Indonesia Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais). Pada zaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.

Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah oleh "Manusia Jawa" pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu. Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.

a. Sejarah awal : Era Pra Kolonial
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).

1. Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

2. Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan islam yg datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting termasuk Samudra Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur.

b. Era Kolonial: Kolonisasi Portugis dan Kolonisasi VOC, dan Kolonisasi pemerintah 

Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

a. Kolonisasi pemerintah Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Kebijakan Beretika (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.

b. Era Kemerdekaan 
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.

c. Era orde baru

d. Era Reformasi
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra. Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.

***

MAHASISWA & TANGGUNG JAWAB SOSIAL
“ Peran dan tanggung jawab Mahasiswa dalam lingkungan sosial “
Oleh ; H. aLwie

Mahasiswa menempati kedudukan yang khas (Special position) dimasyarakat, baik dalam artian masyarakat kampus maupun diluar kampus. Kekhasan ini tampak pada serentetan atribut yang disandang mahasiswa, misal : intelektual muda, kelompok penekan (Pressure group), agen pembaharuan (Agent of change), dan kelompok anti status quo.

Dalam konteks pergerakan politik di Indonesia, sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia sudah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Bahkan, dapat dikatakan mereka adalah pelopor pergerakan kemerdekaan secara modern melalui organisasi-organisasi pergerakan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari kepeloporan mahasiswa Stovia yang dimotori Wahidin Sudirohusodo dalam mempelopori gerakan kemerdekaan dengan organisasi modern. Hal yang kurang lebih sama dilakukan oleh pergerakan mahasiswa dinegeri Belanda, Kelompok Kramat Raya, Pebangsaan, dan yang terakhir jatuhnya rezim Soeharto oleh gerakan Reformasi Mahasiswa. Fakta- fakta ini menunjukkan bahwa mahasiswa adalah kelompok yang selalu berdiri di garda terdepan dalam hampir setiap perubahan yang terjadi.

Dalam perspektif sosial, mahasiswa pun menunjukkan dinamika tersendiri sebagai kelompok yang secara konsisten memperjuangkan hak-hak kaum tertindas serta memberi kontribusi yang tidak kecil dalam rekayasa perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih baik. Posisi mahasiswa yang netral (Neutral position) dan tidak mempunyai kepentingan tertentu atau dibawah kepentingan telah menempatkannya pada posisi yang sangat disegani dan dihormati dalam setiap proses perubahan sosial masyarakat.

PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial adalah suatu fenomena yang menarik sebab masalah sosial adalah perkara yang berhubungan dengan persoalan manusia sehingga tak sedikit para ahli soiologi mengkaji masalah ini. Sementara perubahan itu sendiri-baik yang sudah, sedang atau sudah berlangsung- sangat perlu diketahui apakah memberi banyak manfaat (dalam arti mampu memenuhi kebutuhan manusia).
Pikiran Marx mengenai perubahan sosial lain lagi. Menurut Marx, jika lapisan atas (supra struktur) sosial yang memegang kekuasaan karena menguasai alat-alat produksi bertindak sewenang-wenang dan melakukan tekanan terhadap lapisan bawah sosial, orang-orang dalam lapisan terakhir itu akan menuntut (dengan kekerasan) suatu perubahan sosial.

KRISIS SOSIAL MASYARAKAT MAJU 
Dalam masyarakat maju yg secara fenomenal, dpt kita berikan suatu ilustrasi besar yang paling dominan dan dpt berpengaruh terhadap perubahan masyarakat selama ini, yaitu kapitalisme dan sosialisme.

PERAN MAHASISWA
Mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang sedang menekuni bidang ilmu tertentu dalam lembaga pendidikan formal. Peran mahasiswa sejauh ini senantiasa diwarnai oleh situasi politik yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan Pembina pada masa depan ditantang untuk memperlihatkan kemampuan untuk memerankan peran itu. demikian pula sebaliknya. Dalam perubahan sosial yang dasyat saat ini, mahasiswa sering dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan dan dilematis. 




PERGERAKAN MAHASISWA INDONESIA 
Perjalanan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dari angkatan muda ,terutama mahasiswa. Mahasiswa mempunyai record yang cukup mengesankan dalam perjalanan membangun bangsa ini, baik mulai dari pra kemerdekaaan, masa orde lama, orde baru, orde reformasi maupun orde persatuan nasional saat ini.
Pada masa pra kemerdekaan orientasi gerakan mahaiswa Indonesia mengarah pada satu tujuan: yaitu melepaskan diri dari penjajahan. Mahasiswa bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat Indonesia bahu membahu menentang penjajah. Walaupun dengan stereotip gerakan yang berbeda-beda tetapi karena mempunyai satu tujuan, mereka tetap dalam satu kesatuan yang saling melengkapi. Karena semua komponen bangsa mempunyai arah dan tujuan gerakan yang sama, dapat dikatakan bahwa masa ini adalah masa yang paling mudah bagi mahasiswa untuk melakukan sinkronisasi gerakan dengan unsur lainnya. Pada masa ini kita melihat bahwa mahasiswa mempunyai stereotip yang khas yang mampu membedakan dengan elemen gerakan masyarakat lainnya. Dengan atribut kecendekiannya, mereka secara aktif dan kreatif mencoba menawarkan alternatif-alternatif baru yang non konvensional yang lebih efektif dan efisien.

Setelah kemerdekaan diraih bangsa Indonesia, bukan berarti gerakan mahasiswa mandek tetapi mereka tetap memerankan diri sebagai bagian dari bangsanya untuk tetap dapat mempertahankan kemerdekaan dan kehormatan bangsanya. Mereka secara kritis dan pro aktif memerankan posisi sebagai pressure group (kelompok penekan) terhadap pemerintah agar tetap berjalan sebagai mana seharusnya. Ketika pemerintahan orde lama mulai terjadi kecenderungan mengakomodinir komunis secara berlebihan, mahasiswa kembali bangkit bersama rakyat untuk menentang kebijakan pemerintah.
Di Indonesia ada slogan yang menyatakan Pemuda harapan bangsa atau Maju mundurnya suatu bangsa tergantung pada Pemudanya. Beberapa slogan diatas menunjukkkan bahwa Mahasiswa memang akan menjadi penerus dari generasi sekarang. Generasi sekarang jelas akan termakan usia, Mahasiswa sebagai generasi penerus akan melanjutkan dan memikul segala beban dan akibat dari generasi sekarang. Karena Para Mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan.
Diakui atau tidak peran Mahasiswa memang sangat strategis dalam perubahan sosial. Ide-ide Mahasiswa sering dianggap sebagai suara rakyat, karena kedekatan sosial mereka dengan Masyarakat bawah. Ide-ide Mahasiswa sering dianggap sebagai ide yang membela kaum mustad afien (Kaum lemah dan terpinggirkan).dan juga dianggap sebagai pemecah kebuntuan dan Problem Solver terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan juga pembawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Mahasiswa Sebagai Agent Of Change.
Pembaharuan ini juga bisa berarti modernisasi dimana hasil perubahanya dan menunjukkan hasil yang lebih baik.
Sedangkan agent dapat diterjemahkan sebagai perantara atau perwakilan dari suatu Institusi/Lembaga. Sebagai Agent Of Change dapat dikatakan pula sebagai actor perantara atau perwakilan dari proses perubahan pada Masayarakat kearah yang lebih baik.






a. Ke-Indonesia-an, Sejarah gerakan mahasiswa dan Tangungjawab Mahasiswa 
b. Aswaja
c. Ke-PMII-An (organisasi, normanifitas, historisitas)
d. Nilai Dasar Pergerakan
e. Management Aksi


Kaos Belakang
Kaos Depan
PIN


Stiker

Bagi sahabat-sahabati semuanya yg masih punya teman, jadikanlah meraka sahabat-sahabati kalian dengan mengikuti MAPABA '09 (Masa Penerimaan Anggota Baru 2009)
Di Aula Sunan Prapen Kalang Anyar, Karang Geneng Lamongan.
Hari Kamis-Sabtu
Tanggal 12-14 November 2009
Fasilitas : Kaos, PIN, Stiker, Modul Makalah, bloknote, Pemateri, Makan, Penginapan, MCK dan Lain-Lain.
Dengan biaya akomodasi Rp 40.000,-
Jadikan dirimu sebagai Mahasiswa yang sebenarnya....
Ingat Arti dari makna Tri Darma Perguruan Tinggi...
Kami Tunguu....
Salam Pergerakan..
Salam Mahasiswa....

Langganan: Postingan (Atom)